Jumat, 27 Mei 2016

Petualangan Empat Kapitan




Pada Zaman dahulu, di sebuah Negeri yang bernama Negeri Nusa Ina (Pulau Seram), hiduplah 4 orang kapitan yang memimpin negeri tersebut. 4 Kapitan tersebut bernama, Kapitan Wattimena, Kapitan Wattimury, Kapitan Nanlohy, dan Kapitan Talakua. Keempat Kapitan memiliki wilayah kekuasaan dan penduduk masing-masing yang hidup di berbagai daerah, namun mereka selalu saling membantu dan melakukan banyak kerja sama.

Suatu hari, keempat Kapitan mengadakan perjalanan menyusuri Sungai Tala. Mereka menyiapkan perlengkapan dan menyusuri sungai menggunakan Gusepa (rakit). Mereka pun berbagi tugas. Kapitan Wattimena diangkat sebagai pemimpin, Kapitan Wattimury mengemudi, Kapitan Nanlohy menjaga harta di tengah Gusepa, dan Kapitan Talakua duduk berjaga di belakang kanan Gusepa. Dalam perjalanan ini, Kapitan Wattimena membawa burung nuri kesayangannya dan sebuah pinang putih yang disimpan dalam sirih pinang. Perjalanan pun dimulai. Ketika sudah setengah perjalanan, gusepa yang mereka tumpangi hampir terbalik dan mereka pun panik. Kapitan Wattimena berteriak : “Talakuang!”. Artinya “Tikam dan tahan gusepa!”. Konon Kapitan Talakua yang mendapat panggilan itu kemudian menjadi nenek moyang masyarakat maluku dengan memakai mata rumah atau marga Talakua di Negeri Portho. Sementara itu sirih pinang Kapitan Wattimena terjatuh dan burung nurinya terbang menjauh. Dia pun kecewa dan mengucapkan sumpah : “Aku bersumpah, seluruh keturunan marga Wattimena dan menantu tidak boleh memelihara burung nuri dan memakan sirih pinang!”.

Setelah itu mereka membalikan posisi gusepa dan melanjutkan perjalanan. Setibanya di daerah Tala, mereka membuat batu perjanjian yang dinamakan ‘Manuhurui’. Mereka berikrar bahwa jika suatu saat nanti mereka berpisah, tapi hubungan persaudaraan mereka harus tetap terjalin dengan baik.  Mereka harus saling menolong dan mengunjungi satu sama lain. Sampai pada suatu ketika, Kapitan Wattimena dan Wattimury sedang beristirahat di darat, sementara Kapitan Nanlohy dan Talakua beristirahat di gusepa. Tanpa mereka sadari gusepa itu hanyut terbawa arus. Keduanya panik dan berteriak minta tolong kepada kedua Kapitan di daratan. Kapitan Wattimena dan Wattimury terkejut lalu berusaha menolong. Akan tetapi arus yang membawa mereka sangat deras dan mereka pun tak dapat bertemu kedua teman mereka.

Setelah gusepa hanyut di sungai, Kapitan Nanlohy berusaha berenang hingga sampai disebuah daratan. Dia pun sampai di sebuah tempat yang dia beri nama ‘Nanuhulu’ yang berarti ‘Berenang dan terdampar di hulu’. Sementara Kapitan Talakua terbawa arus melewati Tanjung Uneputty dan terdampar di Pulau Saparua. Dia membangun negeri yang diberi nama ‘Portho’. Kemudian Kapitan Wattimury pun berpamitan dengan Kapitan Wattimena untuk pergi mencari negeri yang ingin dia bangun sendiri juga. Kapitan Wattimena mengizinkan temannya itu pergi dan mengingatkan dia untuk tidak lupa dengan Ikrar yang telah mereka bereempat buat. Kapitan Wattimury pun pergi ke sebuah tempat yang jaraknya tujuh kilometer dari Mahariki. Dia menemukan sebuah tempat dan menamai tempat itu ‘Amahai’. 

Demikianlah cerita petualangan Empat Kapitan dari Maluku. Adapun pesan moral yang dapat dipetik dari cerita tersebut adalah bahwa hubungan persaudaraan haruslah senantiasa dijaga kapanpun dan dimanapun kita berada. Semoga cerita ini bermanfaat bagi saudara-saudara semua.

(Sumber : BPNB AMBON)

1 komentar:

  1. Dari cerita diatas..kapitan Wattimena menuju ke neger mana.🙏🙏

    BalasHapus