Pada Zaman dahulu, di sebuah Negeri yang bernama Negeri Nusa
Ina (Pulau Seram), hiduplah 4 orang kapitan yang memimpin negeri tersebut. 4
Kapitan tersebut bernama, Kapitan Wattimena, Kapitan Wattimury, Kapitan
Nanlohy, dan Kapitan Talakua. Keempat Kapitan memiliki wilayah kekuasaan dan
penduduk masing-masing yang hidup di berbagai daerah, namun mereka selalu
saling membantu dan melakukan banyak kerja sama.
Suatu hari, keempat Kapitan mengadakan perjalanan menyusuri
Sungai Tala. Mereka menyiapkan perlengkapan dan menyusuri sungai menggunakan
Gusepa (rakit). Mereka pun berbagi tugas. Kapitan Wattimena diangkat sebagai
pemimpin, Kapitan Wattimury mengemudi, Kapitan Nanlohy menjaga harta di tengah
Gusepa, dan Kapitan Talakua duduk berjaga di belakang kanan Gusepa. Dalam perjalanan
ini, Kapitan Wattimena membawa burung nuri kesayangannya dan sebuah pinang
putih yang disimpan dalam sirih pinang. Perjalanan pun dimulai. Ketika sudah
setengah perjalanan, gusepa yang mereka tumpangi hampir terbalik dan mereka pun
panik. Kapitan Wattimena berteriak : “Talakuang!”. Artinya “Tikam dan tahan
gusepa!”. Konon Kapitan Talakua yang mendapat panggilan itu kemudian menjadi
nenek moyang masyarakat maluku dengan memakai mata rumah atau marga Talakua di
Negeri Portho. Sementara itu sirih pinang Kapitan Wattimena terjatuh dan burung
nurinya terbang menjauh. Dia pun kecewa dan mengucapkan sumpah : “Aku
bersumpah, seluruh keturunan marga Wattimena dan menantu tidak boleh memelihara
burung nuri dan memakan sirih pinang!”.
Setelah itu mereka membalikan posisi gusepa dan melanjutkan
perjalanan. Setibanya di daerah Tala, mereka membuat batu perjanjian yang
dinamakan ‘Manuhurui’. Mereka berikrar bahwa jika suatu saat nanti mereka
berpisah, tapi hubungan persaudaraan mereka harus tetap terjalin dengan baik. Mereka harus saling menolong dan mengunjungi
satu sama lain. Sampai pada suatu ketika, Kapitan Wattimena dan Wattimury
sedang beristirahat di darat, sementara Kapitan Nanlohy dan Talakua
beristirahat di gusepa. Tanpa mereka sadari gusepa itu hanyut terbawa arus. Keduanya
panik dan berteriak minta tolong kepada kedua Kapitan di daratan. Kapitan
Wattimena dan Wattimury terkejut lalu berusaha menolong. Akan tetapi arus yang
membawa mereka sangat deras dan mereka pun tak dapat bertemu kedua teman
mereka.
Setelah gusepa hanyut di sungai, Kapitan Nanlohy berusaha
berenang hingga sampai disebuah daratan. Dia pun sampai di sebuah tempat yang
dia beri nama ‘Nanuhulu’ yang berarti ‘Berenang dan terdampar di hulu’. Sementara
Kapitan Talakua terbawa arus melewati Tanjung Uneputty dan terdampar di Pulau
Saparua. Dia membangun negeri yang diberi nama ‘Portho’. Kemudian Kapitan
Wattimury pun berpamitan dengan Kapitan Wattimena untuk pergi mencari negeri
yang ingin dia bangun sendiri juga. Kapitan Wattimena mengizinkan temannya itu
pergi dan mengingatkan dia untuk tidak lupa dengan Ikrar yang telah mereka
bereempat buat. Kapitan Wattimury pun pergi ke sebuah tempat yang jaraknya
tujuh kilometer dari Mahariki. Dia menemukan sebuah tempat dan menamai tempat
itu ‘Amahai’.
Demikianlah cerita petualangan Empat Kapitan dari Maluku. Adapun
pesan moral yang dapat dipetik dari cerita tersebut adalah bahwa hubungan
persaudaraan haruslah senantiasa dijaga kapanpun dan dimanapun kita berada. Semoga
cerita ini bermanfaat bagi saudara-saudara semua.
(Sumber : BPNB AMBON)
Dari cerita diatas..kapitan Wattimena menuju ke neger mana.🙏🙏
BalasHapus